gunadarma.ac.id
Rabu, 06 November 2013
PERBINCANGAN TENTANG KEHIDUPAN TUKANG BECAK
gunadarma.ac.id
Senin, 28 Oktober 2013
TEORI KEWIRAUSAHAAN
Kata wirausaha dalam bahasa Indonesia merupakan
gabungan dari kata “wira”
yang artinya gagah berani, perkasa dan kata “usaha”, sehingga secara harfiah
wirausahawan diartikan sebagai orang
yang gagah berani atau perkasa dalam berusaha
(Riyanti, 2003). Wirausaha
atau wiraswasta menurut Priyono
dan Soerata (2005) berasal
dari kata “wira” yang berarti utama, gagah, luhur berani atau pejuang; “swa”
berarti
sendiri;
dan
kata ”sta” berarti berdiri.
Dari
asal katanya
“swasta” berarti berdiri di
atas kaki sendiri
atau berdiri di atas kemampuan sendiri.
Kemudian mereka menyimpulkan
bahwa wirausahawan atau wiraswastawan berarti orang yang berjuang
dengan gagah, berani, juga luhur dan pantas diteladani dalam bidang usaha, atau dengan kata lain wirausahawan adalah orang-orang yang mempunyai sifat-sifat kewirausahaan atau
kewiraswastaan seperti: keberanian mengambil
resiko, keutamaan dan keteladanan dalam menangani
usaha dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.
Drucker (1985)
mengartikan kewirausahaan sebagai semangat, kemampuan, sikap dan perilaku individu
dalam menangani usaha (kegiatan) yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk
baru dengan meningkatkan efisiensi
dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh
keuntungan yang lebih besar.
Hisrich dan Brush (dalam Winardi, 2003) menyatakan
bahwa kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda
nilainya dengan jalan mengorbankan waktu dan upaya yang diperlukan untuk menanggung resiko finansial, psikologikal serta sosial
dan menerima hasil-hasil berupa imbalan moneter dan kepuasan pribadi sebagai
dampak dari kegiatan tersebut.
Kao (1997) mendefinisikan kewirausahaan sebagai suatu proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi)
dan/atau membuat sesuatu yang berbeda (inovasi), yang tujuannya adalah tercapainya kesejahteraan individu
dan nilai tambah bagi
masyarakat. Hal senada disampaikan oleh Schumpeter (dalam
Winardi, 2003) dengan menyatakan bahwa
kewirausahaan merupakan sebuah proses dan para wirausahawan adalah seorang inovator
yang memanfaatkan proses
tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah semangat, kemampuan dan perilaku individu yang berani menanggung
resiko, baik itu resiko finansial, psikologikal, maupun sosial dalam
melakukan suatu proses penciptaan
sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat sesuatu yang
berbeda dari yang
sudah ada (inovasi)
dengan menerima hasil
berupa imbalan moneter dan kepuasan pribadi.
2. Ciri-Ciri Wirausahawan
Bygrave (dalam
Ifham, 2002) mengemukakan beberapa
ciri-ciri seorang wirausahawan, yaitu:
a. Mimpi
(dreams), yakni memiliki
visi
masa depan dan kemampuan mencapai
visi tersebut.
b. Ketegasan (decisiveness), yakni tidak menangguhkan waktu dan membuat
keputusan dengan cepat.
c. Pelaku (doers), yakni melaksanakan secepat mungkin.
d. Ketetapan hati
(determination), yakni komitmen total, pantang menyerah. e. Dedikasi
(dedication), yakni berdedikasi total, tidak
kenal lelah.
f. Kesetiaan
(devotion), yakni mencintai
apa yang dikerjakan.
g. Terperinci
(details), yakni menguasai
rincian yang bersifat kritis.
h. Nasib (destiny), yakni
bertanggungjawab atas nasib sendiri yang hendak
dicapainya.
i. Uang (dollars),
yakni kaya bukan
motivator utama, uang lebih
berarti sebagai ukuran sukses.
j. Distribusi
(distributif),
yakni
mendistribusikan
kepemilikan usahanya
kepada karyawan kunci yang merupakan
faktor penting bagi kesuksesan
usahanya.
3. Aspek-Aspek Kewirausahaan
Drucker (1985) menguraikan aspek-aspek kewirausahaan, yaitu:
a. Kemampuan mengindera peluang
usaha, yakni kemampuan melihat dan memanfaatkan peluang untuk mengadakan langkah-langkah perubahan menuju masa depan yang lebih baik.
b. Percaya diri dan mampu bersikap
positif terhadap diri dan lingkungannya,
yakni berkeyakinan bahwa usaha yang
dikelolanya akan berhasil.
c.
Berperilaku memimpin, yaitu mampu mengarahkan, menggerakkan orang lain, dan bertanggungjawab untuk meningkatkan usaha.
d. Memiliki inisiatif
untuk menjadi kreatif dan inovatif, yaitu
mempunyai prakarsa
untuk menciptakan produk/metode baru yang lebih baik mutu
atau jumlahnya agar mampu
bersaing.
e. Mampu bekerja keras,
yaitu memiliki daya juang yang tinggi, bekerja penuh energi, tekun, tabah, melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan tanpa mengenal putus asa.
f. Berpandangan luas dengan visi ke depan yang baik, yaitu berorientasi pada masa yang akan datang dan dapat memperkirakan hal-hal yang dapat
terjadi sehingga langkah yang diambil
sudah dapat diperhitungkan.
g.
Berani mengambil resiko,
yaitu
suka
pada
tantangan dan
berani mengambil resiko walau dalam situasi dan kondisi
yang tidak menentu.
Resiko yang dipilih tentunya dengan perhitungan yang matang.
4. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kewirausahaan
Menurut
Hidayat
(2000)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kewirausahaan,
yaitu:
a. Variabel situasional
1). Lama
studi.
Lama studi
didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan studi S1.
2). Status kerja
Status
kerja adalah tingkat keterlibatan
responden pada kegiatan- kegiatan yang memberikan pendapatan
bagi dirinya, baik dalam status sebagai
karyawan maupun pemilik modal.
3). Status pernikahan
Status pernikahan adalah tingkat konsekuensi ekonomis status pernikahan yang sedang dialami
oleh responden.
b. Variabel latar belakang
1) Latar belakang orang tua
Latar belakang orang tua adalah
tingkat keterlibatan lingkungan keluarga dalam aktivitas kewirausahaan. Pengalaman berusaha dapat diperoleh dari bimbingan
sejak kecil yang diberikan oleh orang tua yang berprofesi sebagai wirausahawan (Staw dalam Riyanti, 2003).
2) Usia
Pengertian
usia adalah usia kronologis dari subjek penelitian. c. Variabel karakteristik kepribadian
1) Dorongan berprestasi
Dorongan
berprestasi mengacu pada preferensi terhadap tingkat kesulitan, standar pencapaian, dan persistensi dalam proses pencapaian tujuan.
2) Kemandirian
Kemandirian mengacu pada dua
faktor, yaitu kemandirian emosional
dan kemandirian ekonomis. Kemandirian emosional adalah tingkat kecenderungan
individu untuk memutuskan
sendiri hal-hal yang bersifat penting bagi dirinya. Kemandirian ekonomis adalah kemampuan
individu untuk mencukupi kebutuhan-
kebutuhan ekonomis dirinya sendiri.
3) Toleransi pada perubahan
Toleransi
pada perubahan mengacu kepada tingkat kemampuan untuk menghadapi perubahan-perubahan pada situasi kerja dan
situasi hubungan sosial. Individu cenderung
untuk mencari atau membutuhkan
situasi-situasi baru untuk menjaga
vitalitas dirinya. Menganggap perubahan bukan
sesuatu yang menakutkan atau mengancam,
tetapi sesuatu yang menantang atau sebuah peluang.
4) Sikap
terhadap uang
Uang adalah medium pertukaran (medium of exchange). Sikap terhadap uang merupakan penerimaan individu terhadap uang sebagai medium dalam aktivitas-aktivitas pertukaran, seperti transaksi ekonomi, dan transaksi sosial.
d. Citra kewirausahaan
Citra
kewirausahaan merupakan
konstruksi kognitif tentang
kewirausahaan. Konstruksi ini meliputi faktor-faktor: persepsi
tentang sikap masyarakat terhadap wirausaha, persepsi tentang
potensial payoff dari dunia usaha dan konstruksi realitas kewirausahaan.
e. Conviction
and career preference
Conviction
dan
career preference didefinisikan sebagai persepsi individu tentang kemampuan
dirinya untuk berhasil dalam bidang
kewirausahaan. Konstruk ini meliputi
persepsi tentang tingkat kesulitan dalam memulai sebuah usaha dan sumber
yang
potensial
yang dimiliki.
f. Lingkungan universitas
Konstruk
lingkungan universitas maksudnya
manifestasi dari konstruk dukungan sosial terhadap kewirausahaan. Komponen dari dukungan
universitas terhadap kewirausahaan meliputi: dukungan
informasional, dukungan
emosional, dukungan instrumental, dan
dukungan evaluatif.
g. Niat menjadi wirausaha
Niat
menjadi wirausaha merujuk pada
rencana untuk membuka sebuah usaha dalam jangka pendek (1
tahun) dan jangka panjang (5 tahun).
sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23570/3/Chapter%20II.pdf
Rabu, 26 Juni 2013
MAKALAH ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN
TUGAS
LINGKUNGAN KERJA
(PT. TIFICO TBK TANGERANG)
Disusun Oleh:
Nama / NPM : 1. Hayyu Saputri / 33410188
2. Y B Bigar Puguh S / 38410584
JURUSAN TEKNIK
INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI
INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
DEPOK
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Lingkungan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupuan manusia. Hal ini dikarenakan dimana seseorang hidup maka akan
tercipta suatu lingkungan yang berbeda dan sebaliknya. Akhir-akhir ini sering
kali ditemukannya suatu pengrusakan lingkungan oleh manusia dengan alasan
pemanfaatan untuk menghasilkan materi yang lebih, secara tidak langsung
tindakan ini akan mengakibatkan terkikisnya lingkungan dan mengancam pada
kelangsungan hidup manusia.
Disamping itu keteloderan manusia dalam pendirian bangunan
dengan tanpa memperhatikan dampak dari usaha atau industri yang akan
berlangsung dibangunan tersebut juga akan merusak lingkungan fisik dan biologis
secara perlahan dan tidak langsung.Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu usaha
untuk melestarikan kualitas lingkungan yang dapat dilakukan dengan berbagai
cara, sejak mulai penyusunan rencana pembangunan daerah sampai setelah
proyek-proyek pembangunan dijalankan, misalnya penyusunan rencana penggunaan
tata ruang, rencana pembangunan ekonomi suatu daerah, penetapan proyek-proyek
yang akan dibangun, sampai pada waktu proyek-proyek telah berjalan. Dengan adanya perencanaan hal-hal yang
mungkin bias mengantisipasi timbulnya dampak buruk pada lingkungan sekitar maka
kerusakan lingkungan akan dapat dikurangi atau bahkan dicegah sama sekali. Dari
alasan inilah maka perlu dibuat sebuah rencana pengelolaan lingkungan demi
terciptanya keseimbangan antara kepentingan manusia dan kelestarian lingkuangan
disekitarnya.
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui kedudukan RKL dalam Andal
2.
Mengetahui Sistem
pengelolaan lingkungan
3.
Mengetahui rencana
dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan
1.3 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah kedudukan RKL dalam Andal ?
2.
Bagaimanakah system
pengelolaan lingkungan berdasarkan faktor-faktor yang saling berkaitan dalam proses
pengelolaan lingkungan?
3.
Bagaimanakah
rencana dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang berpedoman pada PP 29
tentang Amdal ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Permasalahan Lingkungan
Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan, yang sering disingkat AMDAL, merupakan reaksi terhadap
kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Reaksi
ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan
dan penggunaan teknologi tinggi. Dengan ini timbullah citra bahwa gerakan
lingkungan adalah anti pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan
aktivis lingkungan sebagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan. Karena
itu banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan
menghambat pembangunan.
Dengan
diundangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, yaitu
National Environmental Policy Act (NEPA) pada tahun 1969. NEPA mulai berlaku
pada tanggal 1 Januari 1970. Dalam NEPA pasal 102 (2) (C) menyatakan,
“Semua usulan
legilasi dan aktivitas pemerintah federal yang besar yang akan diperkirakan
akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan
Environmental Impact Assessment (Analsis Dampak Lingkungan) tentang usulan
tersebut”.
AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan
diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1086. Karena pelaksanaan PP
No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun
metodologis, maka sejak tanggal 23 Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29
Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam
rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL. Dengan diterbitkannya
Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan.
Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini diharapkan
pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal.
Pembangunan yang tidak mengorbankan lingkungan dan/atau
merusak lingkungan hidup adalah pembangunan yang memperhatikan dampak yang
dapat diakibatkan oleh beroperasinya pembangunan tersebut. Untuk menjamin bahwa
suatu pembangunan dapat beroperasi atau layak dari segi lingkungan, perlu
dilakukan analisis atau studi kelayakan pembangunan tentang dampak dan akibat
yang akan muncul bila suatu rencana kegiatan/usaha akan dilakukan.
AMDAL adalah singkatan dari analisis mengenai dampak
lingkungan. Dalam peraturan pemerintah no. 27 tahun 1999 tentang analisis
mengenai dampak lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai
dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kriteria
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap
lingkungan hidup antara lain:
1 jumlah manusia yang terkena dampak
2 luas wilayah persebaran dampak
3 intensitas dan lamanya dampak berlangsung
4 banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
5 sifat kumulatif dampak
6 berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya
(irreversible) dampak
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999, pasal 1
ayat 1, AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
Sebagai dasar pelaksanaan Audit Lingkungan di
Indonesia, telah dikeluarkan Kepmen LH No. 42/MENLH/11/1994 tentang
Prinsip-Prinsip dan Pedoman Umum Audit Lingkungan. Dalam Lampiran Kepmen LH No.
41/94 tersebut didefinisikan bahwa:
Audit lingkungan adalah suatu alat pengelolaan
yang meliputi evaluasi secara sistematik terdokumentasi, periodik dan obyektif
tentang bagaimana suatu kinerja organisasi, sistem pengelolaan dan pemantauan
dengan tujuan memfasilitasi kontrol pengelolaan terhadap pelaksanaan upaya
pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian kelayakan usaha atau kegiatan
terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan.
Audit Lingkungan suatu usaha atau kegiatan
merupakan perangkat pengelolaan yang dilakukan secara internal oleh suatu usaha
atau kegiatan sebagai tanggungjawab pengelolaan dan pemantauan lingkungannya.
Audit lingkungan bukan merupakan pemeriksaan resmi yang diharuskan oleh suatu
peraturan perundang-undangan, melainkan suatu usaha proaktif yang diIaksanakan
secara sadar untuk mengidentifikasi permasalahan lingkungan yang akan timbul sehingga
dapat dilakukan upaya-upaya pencegahannya. Berikut pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada masyarakat sekitar yang
berada pada pembangunan apartemen tersebut:
Berdasarkan gambaran diatas,
mengidentifikasi permasalahan yang ada di Kabupaten Tangerang berupa
pertanyaan penelitian,
yaitu :
yaitu :
1.
Apakah rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungantelah diimplementasikan oleh Industri?
2.
Bagaimana keterlibatan masyarakat sekitar industri dalam
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan?
3.
Bagaimana
pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang
telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya
2.2
Pembahasan dan Analisis
Penyusunan AMDAL/UKL&UPL melalui
prosedur dan proses yang telah ditentukan dalam
Peraturan Pemerintan Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL dan
keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup serta peraturan lainnya.
Heer&Hagerty (1977) mendefinisikan AMDALsebagai penaksiran dengan
mengemukakan nilai-nilai kuantitaif pada beberapa parameter tertentu yang
penting dimana hal tersebut menunjukkan kualitas lingkungan sebelum, selama dan setelah adanya aktivitas.
Battele Institute (1978) mengemukakan pengertian AMDAL sebagai
penaksiran atas semua faktor lingkungan yang relevan dan pengaruh sosial
yang terjadi sebagai akibat dari
aktivitas suatu proyek.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan
Pasal 1 menyatakan bahwa AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar
dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang diakibatkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Tujuan pengelolaan lingkungan hidup
adalah terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana. Agar tujuan tersebut dapat tercapai
maka sejak awal perencanaan sudah harus memperkirakan perubahan
kondisi lingkungan, baik yang positif maupun negatif, dengan
demikian dapat dipersiapkan langkah-langkah pengelolaannya. Cara untuk mengkaji perubahan kondisi tersebut
melalui studi AMDAL.
AMDAL bertujuan untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan
perubahan kondisi lingkungan baik biogeofisik maupun sosial ekonomi dan budaya akibat adanya suatu kegiatan pembangunan.
AMDAL bertujuan untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan
perubahan kondisi lingkungan baik biogeofisik maupun sosial ekonomi dan budaya akibat adanya suatu kegiatan pembangunan.
Gambar 2.1 Proses Produksi PT TIFICO
2.3 Prosedur
Penyusunan AMDAL/UKL & UPL
Kajian kelayakan lingkungan
diperlukan bagi kegiatan/usaha yang akan mulai
melaksanakan proyeknya, sehingga dapat diketahui dampak yangtimbul dan bagaimana cara pengelolaannya. Proyek di sini bukan hanya pembangunan
fisik saja tetapi mulai dari perencanaan, pembangunan fisik sampai proyek
tersebut berjalan bahkan sampai proyek tersebut berhenti masa operasinya. Jadi lebih
ditekankan pada aktivitas manusia di dalamnya.
Kajian
kelayakan lingkungan adalah salah satu syarat untuk mendapatkan perijinan yang diperlukan bagi suatu
kegiatan/usaha, seharusnya dilaksanakan bersama-sama dengan kajian kelayakan
teknis dan ekonomi. Dengan demikian ketiga kajian kelayakan tersebut dapat
sama-sama memberikan masukan untuk dapat
menghasilkan keputusan yang optimal bagi kelangsungan proyek, terutama dalam menekan dampak negatif yang
biasanya dilakukan dengan pendekatan teknis sehingga didapat biaya yang lebih murah.
Secara umum proses penyusunan
kelayakan lingkungan dimulai dengan proses
penapisan untuk menentukan studi yang akan dilakukan menurut jenis proyeknya, wajib menyusun AMDAL
atau UKL & UPL. Proses penapisan inimengacu
pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Usaha Dan/Atau
Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Jika usaha atau kegiatan tersebut tidak termasuk
dalam daftar maka wajib menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
(UKL & UPL).
3.1 Kesimpulan
Hasil pengkajian terhadap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada sektor industri dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Pelaksanaan
pengelolaan dan pemantauan yang dilakukan oleh industri masih pada tahap
pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh industri belum mengarah pada
kesadaran untuk kelestarian lingkungan.
2. Pelaku usaha industri masih menganggap bahwa kewajiban untuk mengimplementasikan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan masih merupakan beban yang memberatkan
dari segi biaya, danindustribelum merasakan keuntungan secara langsung dari kegiatnpengelolaan dan pemantauan yang telah dilakukan.
3.
Pengelolaan
lingkungan yang dilakukan oleh industri masih sebatas meredam protes atau mencegah terjadinya
gejolak oleh masyarakat di sekitar lokasi industri, belum mencakup pengelolaan lingkungan secara
utuh.
4.
Keterlibatan dan kepedulian masyarakat di sekitar industri terhadap pelaksanaan
pemantauan dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan industri relatif masih rendah, masyarakat masih beranggapan
bahwaindustryyang memberikan banyak bantuan dan menyerap banyak tenaga kerja lokal merupakan industri yang telah
peduli terhadap lingkungan.
5.
Apakah
industri tersebut mencemari lingkungan atau tidak.
Sebagian masyarakat yang berkeinginan terlibat dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan tidak
mempunyai akses untuk dapat terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.Pengawasan yang dilakukan olehinstansi terkait dibidang lingkungan di kabupaten
Pelalawan masih bersifat pasif dan reaktif, yaitu hanya menunggu pelaporan dari pihak industri dan
akan terjun ke lapangan apabila terjadikasus.
5.
Mekanisme
koordinasi antar instansi masih belum jelas sehingga masing-masing instansi belum dapat menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik.
6.
Belum adanya peraturan daerah mengenai pengelolaan
lingkungan hidup yang spesifik sesuai dengan karakteristik wilayah kabupaten
Tangerang.
7.
Pemberian
penghargaan dan sanksi baik bagi industri yang telah melakukan pemantauan dan pengelolaan
lingkungan maupun yang tidak melaksanakan belum
dilaksanakan, sehingga menimbulkan kecemburuan bagi industri yang telah
melaksanakan.
3.2 Saran
1.
Koordinasi
dan keterpaduan dalam menetapkan kebijakan antar instansi yang membidangi masalah industri dan
lingkungan perlu ditingkatkan sehingga dapat
digunakan sebagai pedoman oleh pelaku industri untuk mewujudkanindustri yang berwawasan lingkungan.
2.
Mengikutsertakan
aparat pada dinas/instansi dalam pendidikan dan pelatihan mengenai
pengelolaan lingkungan hidup sehingga semua aparat yang bertugas mempunyai
persepsi yang sama mengenai pengelolaan lingkungan.
3.
Perlu
adanya kajian mengenai daya tampung lingkungan yang dapat menjadi dasar
kebijakan dalam penyusunan peraturan daerah.
4.
Untuk
meningkatkan kesadaran pelaku industri di bidang lingkungan maka pemberian penghargaan bagi
industri yang telah melaksanakan dan mematuhi aturan
dan pemberian sanksi bagi industri yang melanggar aturan di bidang lingkungan
perlu diintensifkan.
5.
Sosialisasi
oleh Dinas Lingkungan Hidup tentang kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang
dilakukan industri dan keterbukaan informasi oleh industri bersangkutan dengan memberikan dokumen pengelolaan lingkungan kepada kelurahan setempat sehingga dapat meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat di sekitar lokasi industri untuk mewujudkan
industri yang berwawasan lingkungan.
Foto lingkungan pabrik
Langganan:
Postingan (Atom)